Kusta dan Disabilitas, Bukanlah Sesuatu yang Identik dengan Strata Ekonomi Tertentu : Sebuah Reportase
Materi promosi diskusi Berita KBR tentang Kusta, pada 28 September 2022. (Dokumentasi KBR) |
Dulu, saat masih sekolah, saya pernah mendapatkan materi mengenai penyakit kusta. Penyakit Kusta atau Lepra merupakan sebuah penyakit yang menjadi momok menakutkan, karena dalam materi pelajaran tersebut, dijelaskan bahwa penyakit Kusta dapat menyebabkan penderitanya mengalami kerusakan saraf dan anggota tubuh, sehingga mengakibatkan penderitanya mengalami kondisi disabilitas, pasca penyembuhan.
Penderita Kusta, pada saat masa terapi, harus dikarantina di suatu tempat khusus.
Bahkan, dulu saya pernah menonton salah satu film mengenai suatu wilayah yang harus dikarantina secara khusus (lock down), karena beberapa penduduknya menderita penyakit kusta ini. Hal seperti ini lazim disebut dengan istilah Leprosarium (koloni lepra atau kampung kusta). Diceritakan juga di buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, mengenai penyakit Kusta atau Lepra ini juga pernah disebutkan oleh beliau pada salah satu fragmen di buku tersebut.
Mengutip dari situs Alodokter dan Wikipedia, penyakit Kusta saat ini dikenal dengan istilah Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen. Penyakit kusta ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae dan bakteri Mycobacterium lepromatosis. Susah ya bacanya, hehe. Penyakit Kusta ini umumnya menyerang kulit, saraf, dan membran mukosa, yang dapat menyebar melalui percikan ludah atau dahak yang keluar saat penderitanya batuk atau bersin.
Ilustrasi penyakit Kusta. (Alodokter) |
Pada umumnya, penyakit Kusta ini dapat ditangani dan diobati secara tuntas, sehingga jarang menyebabkan kematian. Akan tetapi Kusta berisiko menyebabkan cacat, sehingga OYPMK (Orang yang pernah Mengalami Kusta) berisiko mengalami diskriminasi yang dapat berdampak pada kondisi psikologis dan sosio ekonominya. Sehingga, muncul stigma di masyarakat, bahwa penyakit Kusta ini identik dengan strata ekonomi rendah, atau miskin, seperti Kusta lebih cepat menular pada kalangan ekonomi rendah (miskin). Dan juga, OYPMK, apalagi yang mengalami disabilitas, akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan tingkat ekonominya.
Diskusi tentang Kusta bersama KBR dan NLR Indonesia
Pada hari Rabu, 28 September 2022 pukul 09:00 WIB, saya berkesempatan mengikuti diskusi virtual melalui kanal Youtube milik KBR (Kantor Berita Radio), yang bertajuk “Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan. Benarkah?” dengan narasumber Bpk. Sunarman Sukamto, A.Md, yang merupakan Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP), dan Ibu Dwi Rahayuningsih, yang merupakan Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat dari Kementerian PPN/Bappenas.
Acara diskusi yang berlangsung secara meriah, padat, dan kaya ilmu ini, dimoderatori dengan apik oleh Kak Debora Tanya, dari KBR yang merupakan radio announcer terkenal di Jakarta. Acara diskusi ini didukung sepenuhnya oleh yayasan NLR Indonesia, yang mempunyai visi dan misi untuk berkonsentrasi pada pencegahan dan penanggulangan penyakit Kusta di Indonesia.
Kak Debora Tanya, dari KBR yang merupakan radio announcer terkenal di Jakarta. (Screenshot dokumentasi pribadi) |
Dalam sesi pembukaannya, kak Debora menyatakan bahwa saat ini di Indonesia, penemuan kasus baru Kusta cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir ini. Yakni sekitar angka 16.000 sampai 18000 orang. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus Kusta tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Brazil. Mengutip dari data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia per tanggal 20 Januari 2022, jumlah kasus Kusta terdaftar sebesar 13487 kasus, dengan penemuan kasus baru sebanyak 7146 kasus, pada tahun 2021 yang lalu. Dan tercatat ada sebanyak 6 provinsi dan 101 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta.
Hal ini mengindikasikan adanya keterlambatan penemuan dan penanganan Kusta. Serta adanya ketidaktahuan masyarakat tentang gejala Kusta serta stigma terhadap penyakit tersebut, membuat kesadaran untuk memeriksakan diri orang dengan gejala Kusta menjadi rendah. Dan ini berakibat penularan Kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta menjadi tinggi.
Dikutip dari Laporan Catatan Akhir Tahun Formasi Disabilitas, dalam banyak cerita pengalaman OYPMK saat berinteraksi dengan orang banyak, pengabaian sering terjadi dan harus dihadapi dengan berat hati. Intinya terjadi diskriminasi pada OYPMK yang berakibat berdampak pada permasalahan psikologis, sosial, dan ekonomi pada OYPMK di masyarakat. Apalagi, OYPMK juga sering mengalami penurunan kepercayaan diri, yang menjadikan mereka semakin sulit untuk kembali terjun ke masyarakat. Sehingga para OYPMK dan kaum disabilitas akan mengalami kesulitan dalam mencapai taraf hidup yang inklusif. Dan lingkungan inklusif hanya akan menjadi impian belaka.
Bpk. Sunarman Sukamto, A.Md, yang merupakan Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP). (Screenshot dokumentasi pribadi) |
Pak Maman -demikian Bpk. Sunarman Sukamto, A.Md biasa disapa- menyampaikan bahwa KSP (Kantor Staff Presiden) mendapatkan mandat untuk memastikan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemanjuan hak penyandang disabilitas untuk menjadi bagian dari semua proses perencanaan dan pelaksanaan, monitor dan evaluasi pembangunan inklusif disabilitas. Pak Maman menambahkan jika KSP mempunyai tugas dalam pengendalian program prioritas, pengelolaan isu strategis, dan komunikasi publik termasuk sub bagiannya adalah disabilitas dan salah satu disabilitas itu penderita kusta tentunya memberikan perhatian pada OYPMK dan penderitanya.
Pak Maman juga menyatakan bahwa KSP bukanlah lembaga sektoral, melainkan KSP memastikan adanya sinergi atau kolaborasi lintas sektor, bidang, dan organisasi. Apalagi penyakit Kusta ini berkenaan dengan HAM dan ekonomi, sehingga membutuhkan penanganan multidimensi, dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk mengajak beragam kementerian terkait dan mengajak peran serta kaum disabilitas dan OYPMK.
Upaya Pemerintah dalam penanganan kusta ini dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan upaya-upaya meningkatkan eliminasi Kusta. Kementerian Kesehatan telah melakukan kolaborasi lintas sektor. Selain itu dilakukan penanganan di sektor sosial, ekonomi, dan lingkungan, untuk menghapuskan stigma negatif bahwa Kusta identik dengan kemiskinan.
Saat menanggapi pertanyaan dari salah satu pemirsa, yakni Bapak Rizal dari Palu, Pak Maman menambahkan jika Kusta dan disabilitas yang diidentikkan dengan kemiskinan itu bisa jadi "ya", namun bisa juga "tidak". "Ya", karena fakta beberapa kasus Kusta yang mengakibatkan terjadinya disabilitas terjadi pada titik-titik lokasi yang berada di bawah garis kemiskinan. Ketika pasien Kusta diketahui oleh keluarga, rekan sejawat, dan masyarakat sekitar, cenderung memisahkan pasien Kusta dari masyarakat umum, dijauhkan dari kehidupan dan penghidupan, akibat masih rendahnya pemahaman masyarakat mengenai penyakit Kusta.
Pak Maman menambahkan bahwa Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan masyarakat mengajak dan memberdayakan para OYPMK dan kaum disabilitas untuk meningkatkan kepercayaan dirinya, supaya stigma negatif tersebut dapat hilang, dan dapat mempunyai keterampilan untuk hidup. Dan juga upaya untuk meningkatkan tingkat kesehatan dan sosio ekonomi dari para OYPMK dan disabilitas. Bappenas membuat regulasi dan memastikan program kebijakan berpihak pada kaum OYPMK dan disabilitas secara inklusif. Sehingga para OYPMK dan disabilitas berperan sebagai Right Holder, dalam program pembangunan nasional, sejalan dengan amanat dari Bapak Presiden RI.
Ibu Dwi Rahayuningsih, yang merupakan Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat dari Kementerian PPN/Bappenas. (Screenshot dokumentasi pribadi) |
Sejalan dengan Pak Maman, Ibu Dwi Rahayuningsih menyatakan bahwa belum ada data yang spesifik mengenai ragam disabilitas, terutama disabilitas yang diakibatkan oleh Kusta. Berdasarkan UU No. 8 tahun 2016, OYPMK yang mengalami disabilitas, dikategorikan sebagai penyandang disabilitas fisik. Lebih lanjut, menurut data penyandang disabilitas pada tahun 2021 secara keseluruhan pada agregat penyandang disabilitas kategori sedang hingga berat tercatat ada 6,2 juta jiwa, dengan di dalamnya terdapat penyandang disabilitas fisik pada angka 3,3 juta jiwa. Sementara untuk tingkat kemiskinan Indonesia secara nasional pada tahun 2021, tercatat data penyandang disabilitas fisik (termasuk penyandang disabilitas karena OYMPK) pada angka 15,26%, lebih tinggi dibanding data kemiskinan pada penduduk non disabilitas pada angka 10,14%.
Menanggapi tentang stigma negatif di masyarakat mengenai Penyakit Kusta dan disabilitas yang diidentikkan dengan tingkat kemiskinan, Ibu Dwi menjelaskan bahwa bahwa masih adanya stigma negatif terhadap OYMPK dan para penyandang disabilitas secara umum, termasuk penderita kusta sehingga hal itu membatasi penyandang disabilitas untuk lebih banyak berkontribusi dan ikut berpartisipasi dalam aktivitas sosial, maupun aktivitas produktif.
Ibu Dwi menyampaikan lebih lanjut bahwa stigma negatif ini mempengaruhi bagaimana akses mereka (OYPMK dan disabilitas) pada tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, kewirausahaan.
Termasuk ketika penyandang disabilitas ingin berwirausaha dengan mengakses modal dari lembaga keuangan juga ini masih terdapat diskriminasi ataupun stigma tertentu yang membuat aksesbilitas terhadap hal-hal tersebut sangat terbatas. Ini yang kemudian berpengaruh kepada tingkat kemiskinan penyandang disablitas. Jadi memang tidak serta merta kita mengidentikkan penyandang disabilitas, kusta, itu miskin, tetapi lebih kepada reasoning di balik kemiskinan itu yang memang belum sepenuhnya dalam tanda kutip kepada penyandang disabilitas.
Ibu Dwi menyampaikan bahwa terdapat beberapa program yang dilakukan oleh Kementerian Sosial untuk penanggulangan kemiskinan pada penyandang disabilitas dan OYPMK, antara lain:
1. Bantuan sembako. Penyaluran bantuan sembako ini ini diberikan kepada mereka yang berada di bawah garis kemiskinan sudah masuk database Kemensos.2. Bantuan asistensi rehabilitasi sosial dan penyaluran alat bantu.3. Program kemandirian usaha, terutama bagi mereka yang masih mengalami diskriminasi dari lingkungan sekitar.
Kemensos bersama Dinsos di beberapa pemerintahan daerah menyelenggarakan shelter eks kusta, yang merupakan penyediaan tempat bagi mereka yang pernah mengalami kusta, antara lain ada di Dusun Sumberglagah, Desa Tanjung Kenongo, Jawa Timur, dan juga terdapat di Desa Banyumanis di Jawa Tengah, dan kompleks penderita kusta Jongaya di Makassar.
Dan masih akan ada beberapa program dan kebijakan lainnya, yang akan menyusul berikutnya dengan tujuh sasaran strategis dalam Rencana Aksi Nasional yang akan dilakukan oleh Kemensos bekerja sama dengan Bappenas, seperti peningkatan pemberdayaan masyarakat dan jaminan kesejahteraan sosial, bagi penyandang disabilitas dan OYPMK.
Kemensos dan Bappenas mempunyai program untuk menyediakan kuota minimum pada pekerja disabilitas dan OYPMK yang dapat bekerja di institusi swasta sebesar minimum 1 % dan untuk kantor pemerintah (termasuk BUMN dan BUMD) sebesar minimum 2 %, dari total seluruh karyawan.
Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa tingkat sosio ekonomi dari para penyandang disabilitas dan OYPMK dapat meningkat secara signifikan. Kemensos juga berupaya untuk meningkatkan akses keuangan secara inklusi bagi para penyandang disabilitas dan OYPMK, sehingga para penyandang disabilitas dan OYPMK dapat mengakses permodalan dari lembaga keuangan.
Dalam pariwara yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia, disampaikan informasi tambahan mengenai Kusta yang menyatakan bahwa kusta tidak dapat menular dengan mudah. Penyakit Kusta hanya dapat menular jika ada kontak fisik minimal 20 jam berturut-turut selama seminggu dengan pasien Kusta yang belum berobat. Dan apabila terdapat anggota keluarga yang melakukan kontak erat dan tinggal serumah dengan pasien Kusta, maka pihak anggota keluarga ini akan diberikan pengobatan oleh tenaga kesehatan setempat, dengan menggunakan Rifampisin dosis tunggal untuk mencegah penularan.
Sekilas Tentang KBR dan NLR Indonesia
Mengutip dari berbagai sumber, KBR merupakan singkatan dari Kantor Berita Radio, yang merupakan lembaga penyedia berita radio independen di Indonesia, serta merupakan lembaga sejenis yang pertama di Indonesia. KBR berdiri pada 29 April 1999. KBR memproduksi berita dan dialog serta menyiarkannya melalui jaringan lembaga penyiaran radio yang tersebar di Indonesia, menggunakan satelit Nusantara Satu dan streaming melalui www.kbr.id dan www.kbrprime.id, serta kanal Youtube Berita KBR.
Logo KBR. |
Pada awal berdirinya, KBR hanya mempunyai anggota sebanyak tujuh radio yang memanfaatkan berita produksi KBR. Kini sudah ada 105 jaringan radio yang berjaringan dan memanfaatkan layanan informasi dari KBR, di seluruh wilayah Indonesia (dari Aceh hingga Papua), Asia dan Australia. Salah satunya adalah MS Tri FM 104,2, yang berada di Jakarta. KBR berkembang cepat seiring dengan kebutuhan berita yang bisa diakses secara cepat dan berbiaya murah. KBR berada di bawah pengelolaan PT Media Lintas Inti Nusantara (PT Suara Melin Perdana) yaitu perusahaan yang memiliki Radio Utankayu di frekuensi 603 AM Jakarta serta juga menaungi PT Enam Delapan Ha Media (PT Radio Metro Jaya Kartika) yaitu perusahaan radio yang melahirkan berbagai radio ternama seperti Green Radio Jakarta hingga tahun 2014 dan Radio Power di frekuensi 89.2 FM Jakarta hingga tahun 2020. Saat ini, KBR bermarkas di Jalan Guntur 70, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Sampai saat ini, karya-karya berita dari KBR telah banyak mendapatkan penghargaan dari berbagai institusi, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), lembaga-lembaga internasional, hingga ajang apresiasi jurnalistik yang diadakan kementerian, BUMN dan perusahaan swasta.
Logo NLR Indonesia. |
Mengutip dari laman situsnya, NLR adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang didirikan di Belanda pada 1967 untuk menanggulangi Kusta dan konsekuensinya di seluruh dunia dengan menggunakan pendekatan tiga zero, yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas) dan zero exclusion (nihil eksklusi).
Saat ini NLR beroperasi di Mozambique, India, Nepal, Brazil dan Indonesia.
Di Indonesia, NLR mulai bekerja di tahun 1975 bersama Pemerintah Indonesia. Pada 2018, NLR Indonesia bertransformasi menjadi entitas nasional dengan maksud untuk membuat kerja-kerja organisasi menjadi lebih efektif dan efisien menuju Indonesia bebas dari Kusta. Sama seperti aliansi NLR Internasional, NLR Indonesia memiliki slogan: Hingga kita bebas dari Kusta.
Yayasan NLR Indonesia adalah sebuah yayasan nasional dan anggota Aliansi NLR, yang beroperasi di hampir 20 propinsi di Indonesia. Yayasan NLR Indonesia dibentuk pada tahun 2018 untuk melanjutkan pencapaian pemberantasan kusta yang telah dilakukan NLR sejak 1975.
Yayasan NLR Indonesia bermitra dengan sejumlah organisasi yang menangani penyandang disabilitas, organisasi masyarakat sipil, institusi pendidikan, serta pemerintah lokal, kementrian, dan lembaga pemerintah. NLR Indonesia beralamat di Gedung Rumiza Lantai 4, Jalan Guntur No. 22, Setia Budi, Jakarta Selatan.
Sumber :
https://kbr.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/KBR_(kantor_berita)
https://id.wikipedia.org/wiki/KBR_(kantor_berita)
https://nlrindonesia.or.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_Hansen
https://www.alodokter.com/kusta
https://www.alodokter.com/kusta
Kanal Youtube :
https://www.youtube.com/watch?v=vdJHSy8b9kk&t=10s
Komentar
Posting Komentar